Samarinda (Antara) – Seorang pemimpin asli dari Distrik Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur, telah menerima Penghargaan Kalpataru yang bergengsi untuk dorongan 14 tahun untuk melindungi hutan adat milik komunitas hukum Pribumi Benuaq Telimuk (MHA) di desa Penarung.
Penghargaan itu diberikan oleh gubernur Kalimantan Timur.
“Sejak lama, kami telah melestarikan hutan kami karena kami mendapat manfaat dari sumber daya non-Bimber mereka,” kata Elsa Wijaya, penerima penghargaan dan kepala MHA Benuaq Telimuk, di Samarinda, Kalimantan Timur, Senin.
“Tapi itu 14 tahun yang lalu kami secara formal dan serius berkomitmen untuk melindungi hutan melalui lembaga adat kami,” tambahnya.
Berkat upaya berkelanjutan dan kolaborasinya dengan perusahaan yang beroperasi di wilayah adat, masyarakat telah berhasil melestarikan ekosistem hutan, termasuk flora dan fauna.
Elsa mengatakan bahwa total luas wilayah adat Benuaq Telimuk adalah 2.612 hektar. Ini termasuk area perumahan dan zona hutan.
Dari total tanah, 407 hektar telah ditetapkan sebagai hutan adat dan terus dilindungi, tidak hanya sebagai sumber daya ekonomi tetapi juga sebagai sumber air bersih bagi masyarakat.
Hutan masih merupakan rumah bagi spesies langka, seperti pohon ulin yang semakin langka (kayu besi Bornean), langur berwajah putih, berbagai spesies monyet, banteng liar, dan macan tutul yang mendung.
“Kami bahkan memiliki pohon ulin terbesar di sana, yang kami kunjungi dengan kantor kehutanan. Lingkaran pohon itu 200 cm, dan diperkirakan berusia sekitar 400 tahun,” katanya.
Dia mengakui menghadapi banyak tantangan, termasuk pertemuan dengan pemburu ilegal dan penebang yang dipersenjatai dengan gergaji mesin. Konfrontasi sering terjadi untuk melindungi hutan.
Namun, dengan dukungan dari lembaga kehutanan dan lingkungan di tingkat distrik dan provinsi, upaya kedudukan dan perlindungan hukum masyarakat telah tumbuh lebih kuat.
Bantuan dari Kantor Provinsi Kalimantan Timur untuk Pemberdayaan Komunitas dan Desa (DPMPD) telah semakin memperkuat otoritas hukum mereka.
“Tahun lalu, kami menerima RP250 juta dari program FCPF (Forest Carbon Partnership), yang kami gunakan untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakat dan membangun pos penjaga. Ini telah membantu kami mencegah penebangan dan pemburu ilegal,” kata ELSA.
Setelah upacara penghargaan, ia mengunjungi kepala DPMPD East Kalimantan, Puguh Harjanto, untuk mengucapkan terima kasih atas dukungan yang berkelanjutan yang diberikan kepada MHA.
Puguh memuji dia dan masyarakat atas dedikasi mereka untuk melindungi hutan dan ekologinya.
Dia juga mendorong ELSA untuk membuat peta jalan yang mendokumentasikan pengalamannya dalam konservasi hutan, yang dapat berfungsi sebagai referensi dan inspirasi bagi masyarakat adat lainnya.
Berita terkait: Indonesia menganjurkan kemajuan masyarakat adat di FWG LCIPP
Berita terkait: Kementerian Mendukung Kehutanan Sosial untuk Komunitas Papua Pribumi
Berita terkait: Suku Badui dan contoh kesadaran politik
Penerjemah: Primayanti
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © Antara 2025