Jakarta (Antara) – Kepala Kantor Komunikasi Presiden (PCO), Hasan Nasbi, menekankan komitmen pemerintah untuk memastikan kebebasan pers di Indonesia.
Dia membuat pernyataan ini sebagai tanggapan atas insiden teror yang dialami oleh ruang redaksi Tempo, yang dikirim kepala babi yang terputus bersama dengan tikus mati.
“Belum ada perubahan dalam komitmen pemerintah untuk menekan kebebasan,” kata Nasbi dalam pesan tertulis kepada jurnalis di sini pada hari Minggu.
Dia menekankan bahwa pemerintah tetap teguh dalam menegakkan kebebasan pers sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Pemerintah mematuhi Konstitusi 1945, hukum nomor 40 tahun 1999 di pers, dan hukum nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, katanya.
Hukum No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 14, Paragraf 1 menyatakan bahwa setiap individu memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk pengembangan pribadi dan lingkungan sosial.
“Pasal 14 dan 23 undang -undang No. 39 tentang hak asasi manusia juga menjamin hak -hak yang kurang lebih mirip,” katanya.
Dia menegaskan bahwa kebebasan pers adalah manifestasi dari kedaulatan rakyat dan dijamin sepenuhnya tanpa praktik penyensoran atau pelarangan.
Dia meyakinkan bahwa pemerintah tidak menyimpang dari prinsip -prinsip ini sama sekali.
Di sisi lain, ia juga mengingatkan bahwa media memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan informasi yang akurat, tepat, dan benar sesuai dengan mandat hukum pers.
“Media juga diamanatkan oleh undang -undang pers untuk memberikan informasi yang akurat, tepat, dan benar,” katanya.
Sementara itu, Wakil Menteri Tenaga Kerja, Immanuel Ebenezer, mendesak penegakan hukum untuk menyelidiki ancaman terhadap jurnalis tempo secara menyeluruh.
Berita terkait: Antara menyerukan kebebasan pers dalam tagihan penyiaran
Berita terkait: Dewan Pers menyerukan penyelidikan tentang intimidasi juru tulis
Berita terkait: Kebebasan pers yang dipertahankan dalam pemerintahan baru: Kementerian Komunikasi
Penerjemah: Fathur, Kenzu
Editor: M Razi Rahman
Hak Cipta © Antara 2025