JAKARTA (Antara) – Menteri Lingkungan Hanif Faisol Nurofiq menegaskan kembali komitmen Indonesia untuk memainkan peran sentral dalam upaya global melawan polusi plastik dan mendorong kesimpulan segera untuk negosiasi pada perjanjian global yang relevan.
Menurut sebuah pernyataan yang diterima pada hari Sabtu, Nurofiq mengangkat masalah ini di Jenewa, Swiss, selama bagian kedua dari sesi kelima Komite Negosiasi Antarpemerintah (Inc-5.2), yang ditugaskan untuk mengembangkan instrumen yang mengikat secara hukum secara hukum pada polusi plastik.
“Harus ada negosiasi inklusif dan adil yang menghormati kondisi unik setiap negara, terutama negara -negara berkembang, karena mereka membutuhkan dukungan teknologi, keuangan, dan investasi dari yang maju,” katanya.
Di sela -sela sesi ini, yang diadakan pada 5-15 Agustus, menteri juga bergabung dengan meja bundar menteri, dialog publik -swasta, pertemuan bilateral dengan pejabat Swiss, Inggris, dan Belanda, dan kunjungan ke fasilitas penggunaan kembali limbah lokal.
Selama meja bundar, ia menyatakan keprihatinan Indonesia atas kurangnya kemajuan yang signifikan dalam pembicaraan perjanjian, yang dimulai pada tahun 2022, sambil menekankan urgensi menyimpulkan pakta untuk mengatasi ancaman polusi plastik yang memburuk.
Dia menegaskan bahwa Indonesia telah menetapkan target untuk mengelola 100 persen limbahnya dengan benar, termasuk puing -puing plastik, pada tahun 2029.
Secara terpisah, dalam pembicaraan dengan koalisi bisnis untuk perjanjian plastik global, yang mewakili lebih dari 250 perusahaan di seluruh rantai nilai plastik, Indonesia menekankan bahwa perjanjian tersebut harus diadopsi melalui konsensus, bukan pemungutan suara.
“Perjanjian itu harus menjadi instrumen hukum yang ambisius namun praktis yang mencerminkan urgensi mengakhiri polusi plastik. Kita harus bertindak sekarang,” katanya.
Indonesia juga menyuarakan dukungan untuk tiga misi inti koalisi: menghilangkan produk dan bahan kimia yang bermasalah, mempromosikan desain produk yang berkelanjutan, dan memperluas kerangka kerja tanggung jawab produsen (EPR) yang luas.
Di bawah EPR, produsen bertanggung jawab atas seluruh siklus hidup produk mereka, membuat mereka bertanggung jawab untuk mengelola limbah yang mereka hasilkan.
Berita terkait: Indonesia mendorong kerja sama multilateral untuk mengatasi polusi plastik
Berita terkait: Butuh tindakan bersama untuk mengatasi limbah plastik: menteri
Penerjemah: Prisca T, Tegar Nurfitra
Editor: Primayanti
Hak Cipta © Antara 2025