Jakarta (Antara) – Menekankan saling ketergantungan dari semua bentuk kehidupan di Bumi, menteri lingkungan pertama Indonesia, Emil Salim, pernah mengatakan bahwa manusia harus menghormati alam dan memperlakukannya dengan cara yang sama mereka memperlakukan satu sama lain.
Dia menegaskan bahwa hidup adalah berkah dari Tuhan, tidak hanya diberikan kepada manusia tetapi semua flora dan fauna di planet ini. Interdependensi mereka mendorong keseimbangan simbiosis – yang harus dipertahankan.
Pikiran tentang saling ketergantungan ini mendorong Oday Kodariyah yang berusia 72 tahun, atau Mama Oday, dari Bandung, Jawa Barat, untuk melestarikan dan mempromosikan ramuan obat sebagai bentuk kebijaksanaan lokal.
Dia terinspirasi untuk menggali lebih dalam seni antargenerasi menggunakan tanaman sebagai obat setelah didiagnosis menderita kanker pada 1990 -an.
Dia mulai dengan menanam ramuan obat di halaman halamannya. Setelah mengalahkan kanker, ia mendirikan Sari Alam Obat Herbs Garden, menciptakan ruang untuk sekitar 900 spesies tanaman untuk berkembang.
Dia menanam setiap ramuan dengan hati -hati dan memastikan itu berkembang, sambil mengirim pesan yang kuat kepada publik.
Karyanya yang luar biasa dalam konservasi bunga membuatnya mendapatkan penghargaan Kalpataru yang bergengsi dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan (sekarang kementerian terpisah) pada tahun 2018.
Mama Oday mengatakan bahwa kritik keras dan perkiraan yang dia hadapi pada awalnya tidak mengguncang tekadnya sedikit pun.
Dia bertekad untuk mendedikasikan hidupnya untuk mempertahankan dan mempromosikan ramuan obat dan menginspirasi lebih banyak orang untuk mengenali manfaatnya.
Pesannya jelas: ramuan obat jauh dari ketinggalan jaman. Nilai mereka abadi.
Untuk menyebarkan pesan ini, Mama Oday telah menciptakan herbarium, laboratorium herbal untuk perawatan klinis dan tradisional, dan meluncurkan Akademi Herbspreneur global.
Dia juga menunjuk 900 anak sebagai duta besar untuk Sari Alam Garden.
Setelah memenangkan Penghargaan Kalpataru, ia menerima penghargaan bergengsi lainnya, Penghargaan Kalpataru Lestari, dari Menteri Lingkungan Hanif Faisol Nurofiq selama acara Lingkungan Dunia 2025 pada 5 Juni.
Kementerian Lingkungan Hibah memberikan penghargaan ini kepada mereka yang menunjukkan komitmen yang tak tergoyahkan terhadap keberlanjutan lingkungan. Tahun ini, 12 juara lingkungan dihormati.
Bahkan setelah penghargaan kembar, Mama Oday bersikeras dia tidak akan berhenti mengolah tanaman obat – bukan hanya untuk dirinya sendiri dan orang -orang yang dicintainya, tetapi untuk seluruh bangsa.
“Saya siap menghadapi tantangan apa pun untuk melindungi keanekaragaman hayati Indonesia,” katanya.
Dia melihat penghargaan Kalpataru sebagai bukti kepercayaan publik pada misinya.
I Nyoman Sukra, penerima Kalpataru Lestari lainnya, berbagi keyakinan mendalam Mama Oday dalam hubungan antara manusia dan alam.
Dikenal sebagai “Nyoman Dolphin,” pencinta lingkungan Bali berusia 50 tahun telah melihat secara langsung bagaimana upaya konservasi yang gigih dapat menghidupkan kembali bahkan sungai yang sangat tercemar.
Perjalanannya dimulai ketika dia melihat sampah yang mencekik Sungai Mati dan ekosistem bakau di Kuta, Bali, daerah wisata yang berkembang. Itu mendorongnya bertindak melawan degradasi lingkungan.
Praktek mengurangi bakau hanya membuat masalah limbah di daerah itu lebih buruk. Kerusakan mencapai titik di mana burung menjadi langka dan memantau kadal hampir menghilang dari daerah tersebut.
Ini mendorong Nyoman Dolphin untuk mengambil tindakan berani, yang akan membantu mencapai keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan industri pariwisata yang sedang booming Bali.
Dia mengerti betapa pentingnya Sungai Mati dan hutan bakau adalah ruang hijau yang vital bagi alam dan manusia.
Hambatan alami ini memainkan peran penting dalam melindungi daerah wisata populer Bali seperti Kuta, Legian, dan Seminyak dari erosi pantai.
Bekerja sama dengan kelompok-kelompok lokal yang bersemangat dan berpikiran sama, Nyoman meluncurkan misi pembersihan besar-besaran, yang mengarah ke kebangkitan 12 hektar tanah. Pekerjaan mereka yang mengesankan memberi mereka Penghargaan Kalpataru pada tahun 2019.
Penghargaan itu hanyalah permulaan.
Kelompok -kelompok memperluas upaya mereka, akhirnya memulihkan 25 hektar tanah. Mereka juga berkomitmen untuk menanam sekitar 25 ribu anakan bakau dan tanaman berharga lainnya setiap tahun.
Menyadari mereka membutuhkan lebih banyak tangan di geladak, mereka mulai melatih penduduk setempat untuk melakukan patroli lingkungan secara teratur dan pembersihan sungai.
Kontribusi Nyoman tidak berhenti di situ. Dia telah secara aktif membimbing masyarakat dalam inisiatif kehutanan sosial, membimbing kelompok -kelompok lingkungan, mengajar penduduk setempat tentang pengelolaan limbah yang tepat, dan mengingatkan semua orang mengapa sungai Bali penting.
Dia telah membuat misinya yang berkelanjutan: untuk membuat orang sadar akan apa yang hilang dalam ledakan pariwisata Bali dan apa yang perlu diselamatkan.
Sungai Mati dan hutan bakau harus bertahan sebagai “paru -paru” hijau, kehidupan bernafas tidak hanya ke Kuta tetapi juga dalam pengalaman setiap pengunjung.
Kisah -kisah yang menginspirasi Mama Oday dan Nyoman Dolphin menunjukkan bahwa konsistensi adalah kunci untuk mempertahankan harmoni antara manusia dan alam.
Dengan konsistensi, bahkan tindakan yang tampaknya sepele seperti menyortir limbah dan memilih produk ramah lingkungan dapat memicu gelombang perubahan positif.
Setiap langkah diperhitungkan karena bumi tidak hanya membutuhkan kita – itu membutuhkan komitmen kita untuk keberlanjutan.
Penerjemah: Prisca T, Tegar Nurfitra
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Hak Cipta © Antara 2025